Sabtu, 17 September 2011

Saturday Romance

Is This The Place, We Used To Love?
Is This The Place That I've Been Dreaming Of?

'Somewhere Only We Know - Keane'

Sabtu, 10 September 2011

Tentang Tuhan


Sejujurnya aku benci ke rumah sakit. Mencium bau obat. Mendengar derak ranjang pasien yang didorong tergesa. Mereka yang berbaju putih dan membosankan. Suara tangis bahagia atas kelahiran dan duka kematian menjadi satu. Aku benci sakit. Tapi demi mereka yang sedang sakit, aku senang jika harus datang dan berkata ‘semoga lekas membaik’, karena aku juga menyukai dijenguk kala aku sakit. Itu membuatmu lebih baik, percayalah!

Hari ini aku ke rumah sakit, om mengalami radang usus. Syukurlah dia telah membaik. Dalam hening rumah sakit, dari ruangan sebelah aku mendengar seorang wanita menangis. Menangis sembari menguatkan suaminya yang terbaring sakit, aku sedikit mengintip. Kata tante, pasien kamar sebelah menderita asam urat. Sudah akut tampaknya. Bosan di kamar dan harus menepati janji seorang sahabat, aku permisi pergi ke mall sebelah.

Kembali lagi ke rumah sakit, kali ini aku tidak lagi mendengar tangisan sang istri dan erangan pasien ruangan sebelah. Kali ini ada pendeta sedang membacakan doa-doa kesembuhan baginya. Dirapalkannya harapan akan raga yang sehat. Dimohonkannya ampunan atas dosa-dosa. Dibimbingnya si pasien untuk kembali percaya Tuhan dan meyakini kebesaran-Nya. Dituntunnya si pasien memamah roti perlambang tubuh Kristus, Tuhan mereka. Samar-samar ku dengar sang pendeta berujar, tentang mengimani Tuhan dalam roti yang dia telan. Tentang perlambang iman yang berusaha dia ejawantahkan. Tentang kemurahan Tuhan yang ada dimanapun dan kapanpun. Tentang mukjizat kesembuhan atas sakit yang kita kira tak akan pernah ada obatnya. Aku mendengarnya dan aku pun mengamininya. Semoga dia lekas dibebaskan dari rasa sakit, sembuh dengan cara kehendak Tuhan. Pembacaan doa selesai dan ku dengar sang pendeta berpamitan.

Aku tahu banyak orang orang mengimani banyak nama yang mereka sebut dengan Tuhan. Aku menyebutnya Allah, mereka mungkin menyebutnya dengan sebutan-sebutan lain. Mungkin Yesus, Roh Kudus, Sang Hyang Widhi atau mungkin Yahweh. Yang pada-Nya kita bisa bisa mengandalkan apa saja. Yang oleh-Nya kita diberikan apa saja.

Eh, kebetulan banget di HBO ada Eat, Pray, Love... Nonton dulu ya :)

“God who we call we call with different names and worship in different ways, thank You for all the blessing You gave. Please lead us not to temptation. Amen!”
Taken from: cin(t)a

Selasa, 06 September 2011

Kaleidoscope Heart

Jump start my kaleidoscope heart
I love to watch the colors fade
They may not make sense
But they sure as hell made me

(Uncharted - Sara Bareilles)

Sabtu, 03 September 2011

Damn It's True!


Dalam sebuah percakapan...

“It’s okay. And I’m okay.”
“It’s seems not okay when you hang up the phone. Kamu marah?”
 “I’m in the middle of something.”
“Maaf ya, udah make your mood drops.”
“Thanks!”
“Heh? Thanks? What for?”
“For making my mood drops!”
“Kamu mau sampai kapan sih, sayang, moody gini? Biar aku bisa bikin RJPMMPYM.”
“Hah? Apa itu?”
“Rencana Jangka Panjang Mengatasi Mood Pacar Yang Moody.”
Sumpah! Dalam hati gue ngakak berat sekaligus kasihan sih sama pacar. Hahahaha...

Dalam percakapan selanjutnya dan selanjutnya....

“Aku benci saat-saat seperti tadi malam.”
“Yang aku ngantuk? Atau aku becandanya kelewatan?”
“Ah udahlah, males bahas lagi! Lupain aja yuk!”
“Tuhkan kamu suka gitu. Kamu lebih memilih mengendapkan. Ga ah...ga sehat.”
Well, dari sini gue tahu kalau pacar bakal mengeluarkan jurus-jurus silat dari lidahnya. Hihihih...
Dan benar saja, selanjutnya kata-kata ajaib meluncur dengan tak terbendung :p

“Kamu tau ga? Kamu itu kayak bak rendeman cucian.”
Whatttt??? Bak rendeman cucian? Pacar durhaka dia sampe ngatain gue kayak gitu! Sampai disini gue udah pengen protes aja sebenernya, tapi berhubung gue baik maka gue persilakan dia melanjutkan kata-katanya.

“Dilihat aja bersih, bening tak berbusa. Tapi begitu dikocok pake tangan, buihnya bakal keluar lagi. Terus begitu dibuang airnya, sisa endapan kotorannya banyak di dalem. Hitam!”
Damn! Gue benci kalau harus mengamini kata-katanya. Perumpamaan dia bener banget. Dan dia lanjutin...

“Ayolah, sayang! Kalau ada benang ruwet, kita pilihin. Dibuat biar lurus lagi. Kalau ada masalah kita kelarin, jangan ditaroh trus act like there’s nothing happen.”

Dududu...sambil kikir kuku gue pun cengar-cengir. Aaaa!!! Gue benci-benci gemes deh kalau dia bener soal kayak gini. He always knows how to calm me down, this why I love him :)

Ujian


“Sayang, kamu itu yah ibaratnya besok mau ujian nih. Tapi alih-alih belajar menguasai materi ujian atau mencoba mengerjakan soal, kamu malah sibuk mempertanyakan hal-hal yang membuatmu makin cemas.”

 Aku bakal bisa ngerjain ujian gak ya?
Besok soalnya ada berapa banyak ya?
 Besok aku harus bawa pensil berapa ya?
Aduh, bakalan susah-susah gak ya soalnya?
Materi ini keluar gak ya? Kalau yang itu gimana?

“All you have to do is just be calm dan focuss! Resapi setiap pelajaran yang ada disitu dan yakinlah kamu bakal bisa lulus ujian. Jangan terlalu merisaukan kamu sekarang sudah berada dimana, kamu bisa apa dan kamu (sudah) punya apa. Sayang, fokuslah pada tujuanmu! Fokuslah pada apa yang kamu mau,” katanya.

Ya ya ya...! Lagi-lagi aku yang terlalu risau dan pencemas. Aku yang terlalu banyak ragu dan sibuk bertanya. Dia, yang yang stok sabarnya melimpah ini, memang luar biasa bagi saya. Kini tak seharusnya terlalu banyak bertanya dan bercemas diri. Hadapi dan kita akan lihat hasilnya. Seperti katanya, “Aku nggak bakal banyak berjanji dan berbicara meyakinkanmu, aku akan selalu seperti ini. Kamu rasakan saja apakah cemasmu dan ragumu kelak akan hilang, sayangku.”

Oh my, last night was amazing! A superb conversation with him :)

Jumat, 02 September 2011

Ngidam!

Oh, man! Tiap masuk ke Ace Hardware makin ngidam punya rumah atau apartemen sendiri. Rumah yang nggak terlalu besar tapi hangat dan personal 'a la gue'. Ahh...kapan ya bakal punya rumah sendiri? Next year yuk!

 















     http://www.digsdigs.com/






Yang lucu-lucu kayak gini nih yang bikin nggak nahan buat cepet-cepet punya rumah sendiri dan ngisi perabotannya sekehendak hati. Lucukkkkkk!

Komitmen


Sebagian dari kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Karena dia baik, karena dia pintar, even mungkin karena dia kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak tidak sepintar dahulu, atau mendadak miskin.
Will you still love them, then?
That’s why you need commitment.
Don’t love someone because of what/how/who they are.
From now on, start loving someone, because you want to.
(Ninit Yunita – Test Pack)

Setelah membaca buku Teh Ninit ini aku lalu berpikir tentang cinta dan komitmen. Tentang mana yang lebih penting. Tentu kita berkomitmen setelah kita lebih dulu mengalami jatuh cinta, mencinta, dicinta, atau apapun itu terkait dengan cinta. Tapi, pada akhirnya mana yang akan bertahan?

Dalam pernikahan, apakah semua pasangan masih ‘in love’ ketikan mereka menjalaninya. Aku yakin tak sedikit yang sekadar terjebak pada komitmen. Lalu, mana yang lebih penting? FYI, I hate being trapped! Itulah kenapa, kadang-kadang, memikirkan pernikahan membuatku cemas.

Tapi, obrolanku dengan seorang teman sore kemarin di sebuah coffee shop memberiku beberapa jawaban. “First, all you need is love, Dam. Itulah yang bikin lo mau berkomitmen sama orang yang lo sayang dan lalu menikah,” she said.  Tapi kan cinta bisa luntur dan romantisme bisa basi?

 Saat menikah, kita meleburkan egoisme individu dan berkomitmen (pada akhirnya) untuk menjadi satu. Yang kita pikirkan bukan lagi (sekadar) hal-hal seperti; kado apa untuk ulang tahun suamiku, mau nonton apa weekend ini, mau minta jemput istri jam berapa, dan beberapa romantisme lainnya. “Menikah lebih kompleks dari itu, Dam. Pikiran lo bakal disibukkan dengan anak gw musti sehat gimana caranya, apa kabar sama cicilan mobil, tagihan listrik air gimana, dan hal-hal semacamnya.”

Sampai disini, aku mulai berpikir tentang transformasi cinta. Cinta ternyata bisa diejawantahkan ke dalam rumusan-rumusan yang kompleks dengan berbagai variabel. Komitmen adalah salah satu wujud dari cinta, pada akhirnya. Itulah kenapa setiap pasangan yang saling cinta akan berikrar untuk mengikat diri pada saatnya mereka siap melalui pernikahan. Mereka rela berkomitmen, rela melebur, rela saling terikat, rela terjebak? *upss!!*

Bahwa menjadi suami istri adalah komitmen karena cinta. Menjadi ibu yang baik dan ayah yang bertanggung jawab adalah komitmen karena cinta. Nonton bertiga bersama anak adalah romantisme baru. Menjemput anak setelah memasak bagi suami itulah romantisme yang bertransformasi. Bahwa semata-mata ingin mencintai dengan wujud seperti itu, itulah cinta. Kita tak akan khawatir lagi mengenai cinta yang luntur karena sesungguhnya cinta tak akan pernah hilang, dia hanya akan berubah wujud. Romantisme hanya butuh kita modifikasi.

Komitmen untuk memberikan cinta itulah yang membuat cinta tetap ada. Dan waktu akan selalu punya cara untuk membuat kita kreatif mengejawantahkannya, yang mungkin tak akan kita kira dan hanya perlu kita jalani pada saatnya.




Tapi tunggu!
Oh Tuhan, saya masih tetap cemas memikirkan pernikahan. Damn it!