Senin, 26 Desember 2011

Nyasar

Hari Raya kemarin, ku titip pesan singkat lewat kantor pos.
Ku pastikan hanya aku, pak pos, dan kamu yang tahu.
Apakah telegram berisi rindu itu telah sampai padamu?
Ahh... Sepertinya belum.

Pulang


Aku mengemas rinduku dalam selembar tiket pulang, ibu...
Ku letakkan semua lelah yang sekian bulan menghimpitku
Ku lipat remah-remah gundahku yang lama tak bertemu mu
Ku bungkus rapi dalam koper yang ku bawa serta

Aku menahan kangenku padamu pada sandaran kursi ruang tunggu, bapak...
Melihat lalu lalang orang tak mengaburkan sosokmu di benakku
Kumis bapak-bapak di seberang kursi itu mirip punyamu
Tapi tak akan ada yang menyamai senyum sungging wibawamu

Di rumah ini mendadak lelahku lenyap, adik...
Melihatmu yang kini jenjang dan beranjak dewasa
Wajah kanak-kanak belum juga lenyap dari situ
Kamu masih tetap adik kecilku yang jago merengek

Terima kasih, kekasih...
Telah hadir menggenapi kepulanganku kali ini
Untuk kejutan yang membuatku menangis bahagia dan geram pada saat yang sama
Selamat bergabung dalam suka citaku di tengah keluarga


Jumat, 07 Oktober 2011

Pagi Kita

Pagi ini kita duduk di meja makan mungil ini. Aku mencengkeram cangkir tehku dan kamu dengan kopi tubrukmu. Pagi yang hening digelayut kantuk awalnya...

Ah...kamu kidung pengantar tidurku dan pagi ini kamu menjadi kicau pagi hariku. Kini dapur mungil kita telah kau penuhi dengan tawa dan kekonyolanmu. Nasi goreng buatanmu kocar-kacir keluar dari mulutku. Kita bahas tentang berapa desibel suaramu waktu mengorok semalam, tentang krim jerawat yang masih menempel di wajahku dan tentang kita yang menertawakan Jakarta. Kamu kacaukan imaji pagi romantis di Sabtu pagi ini menjadi realitas Sabtu pagi yang kocak.

Sayangku...pagi ini adalah satu dari sekian imaji Sabtu pagiku bersamamu. Sedang apa kamu disana?


Sincerely,
your messy rainbow

Minggu, 02 Oktober 2011

Teman

Yang dengannya aku bagi imaji tentang goresan masa depan.
Kita yang selalu berretorika, "kita ini apa?"
Kita dua orang teman yang saling menemukan
Reuni rasa dan kelakar tentang asa
Pertemanan yang membawa kita sejauh ini
Tautan hati yang meneguhkan sekuat ini
"Kita ini apa?"
"Kita ini teman yang saling menemukan dan melenyapkan ragu"

Cute Table


Someday gue pengen bikin meja kayak gini. Ultra lucuuuuu! :)

Sabtu, 17 September 2011

Saturday Romance

Is This The Place, We Used To Love?
Is This The Place That I've Been Dreaming Of?

'Somewhere Only We Know - Keane'

Sabtu, 10 September 2011

Tentang Tuhan


Sejujurnya aku benci ke rumah sakit. Mencium bau obat. Mendengar derak ranjang pasien yang didorong tergesa. Mereka yang berbaju putih dan membosankan. Suara tangis bahagia atas kelahiran dan duka kematian menjadi satu. Aku benci sakit. Tapi demi mereka yang sedang sakit, aku senang jika harus datang dan berkata ‘semoga lekas membaik’, karena aku juga menyukai dijenguk kala aku sakit. Itu membuatmu lebih baik, percayalah!

Hari ini aku ke rumah sakit, om mengalami radang usus. Syukurlah dia telah membaik. Dalam hening rumah sakit, dari ruangan sebelah aku mendengar seorang wanita menangis. Menangis sembari menguatkan suaminya yang terbaring sakit, aku sedikit mengintip. Kata tante, pasien kamar sebelah menderita asam urat. Sudah akut tampaknya. Bosan di kamar dan harus menepati janji seorang sahabat, aku permisi pergi ke mall sebelah.

Kembali lagi ke rumah sakit, kali ini aku tidak lagi mendengar tangisan sang istri dan erangan pasien ruangan sebelah. Kali ini ada pendeta sedang membacakan doa-doa kesembuhan baginya. Dirapalkannya harapan akan raga yang sehat. Dimohonkannya ampunan atas dosa-dosa. Dibimbingnya si pasien untuk kembali percaya Tuhan dan meyakini kebesaran-Nya. Dituntunnya si pasien memamah roti perlambang tubuh Kristus, Tuhan mereka. Samar-samar ku dengar sang pendeta berujar, tentang mengimani Tuhan dalam roti yang dia telan. Tentang perlambang iman yang berusaha dia ejawantahkan. Tentang kemurahan Tuhan yang ada dimanapun dan kapanpun. Tentang mukjizat kesembuhan atas sakit yang kita kira tak akan pernah ada obatnya. Aku mendengarnya dan aku pun mengamininya. Semoga dia lekas dibebaskan dari rasa sakit, sembuh dengan cara kehendak Tuhan. Pembacaan doa selesai dan ku dengar sang pendeta berpamitan.

Aku tahu banyak orang orang mengimani banyak nama yang mereka sebut dengan Tuhan. Aku menyebutnya Allah, mereka mungkin menyebutnya dengan sebutan-sebutan lain. Mungkin Yesus, Roh Kudus, Sang Hyang Widhi atau mungkin Yahweh. Yang pada-Nya kita bisa bisa mengandalkan apa saja. Yang oleh-Nya kita diberikan apa saja.

Eh, kebetulan banget di HBO ada Eat, Pray, Love... Nonton dulu ya :)

“God who we call we call with different names and worship in different ways, thank You for all the blessing You gave. Please lead us not to temptation. Amen!”
Taken from: cin(t)a

Selasa, 06 September 2011

Kaleidoscope Heart

Jump start my kaleidoscope heart
I love to watch the colors fade
They may not make sense
But they sure as hell made me

(Uncharted - Sara Bareilles)

Sabtu, 03 September 2011

Damn It's True!


Dalam sebuah percakapan...

“It’s okay. And I’m okay.”
“It’s seems not okay when you hang up the phone. Kamu marah?”
 “I’m in the middle of something.”
“Maaf ya, udah make your mood drops.”
“Thanks!”
“Heh? Thanks? What for?”
“For making my mood drops!”
“Kamu mau sampai kapan sih, sayang, moody gini? Biar aku bisa bikin RJPMMPYM.”
“Hah? Apa itu?”
“Rencana Jangka Panjang Mengatasi Mood Pacar Yang Moody.”
Sumpah! Dalam hati gue ngakak berat sekaligus kasihan sih sama pacar. Hahahaha...

Dalam percakapan selanjutnya dan selanjutnya....

“Aku benci saat-saat seperti tadi malam.”
“Yang aku ngantuk? Atau aku becandanya kelewatan?”
“Ah udahlah, males bahas lagi! Lupain aja yuk!”
“Tuhkan kamu suka gitu. Kamu lebih memilih mengendapkan. Ga ah...ga sehat.”
Well, dari sini gue tahu kalau pacar bakal mengeluarkan jurus-jurus silat dari lidahnya. Hihihih...
Dan benar saja, selanjutnya kata-kata ajaib meluncur dengan tak terbendung :p

“Kamu tau ga? Kamu itu kayak bak rendeman cucian.”
Whatttt??? Bak rendeman cucian? Pacar durhaka dia sampe ngatain gue kayak gitu! Sampai disini gue udah pengen protes aja sebenernya, tapi berhubung gue baik maka gue persilakan dia melanjutkan kata-katanya.

“Dilihat aja bersih, bening tak berbusa. Tapi begitu dikocok pake tangan, buihnya bakal keluar lagi. Terus begitu dibuang airnya, sisa endapan kotorannya banyak di dalem. Hitam!”
Damn! Gue benci kalau harus mengamini kata-katanya. Perumpamaan dia bener banget. Dan dia lanjutin...

“Ayolah, sayang! Kalau ada benang ruwet, kita pilihin. Dibuat biar lurus lagi. Kalau ada masalah kita kelarin, jangan ditaroh trus act like there’s nothing happen.”

Dududu...sambil kikir kuku gue pun cengar-cengir. Aaaa!!! Gue benci-benci gemes deh kalau dia bener soal kayak gini. He always knows how to calm me down, this why I love him :)

Ujian


“Sayang, kamu itu yah ibaratnya besok mau ujian nih. Tapi alih-alih belajar menguasai materi ujian atau mencoba mengerjakan soal, kamu malah sibuk mempertanyakan hal-hal yang membuatmu makin cemas.”

 Aku bakal bisa ngerjain ujian gak ya?
Besok soalnya ada berapa banyak ya?
 Besok aku harus bawa pensil berapa ya?
Aduh, bakalan susah-susah gak ya soalnya?
Materi ini keluar gak ya? Kalau yang itu gimana?

“All you have to do is just be calm dan focuss! Resapi setiap pelajaran yang ada disitu dan yakinlah kamu bakal bisa lulus ujian. Jangan terlalu merisaukan kamu sekarang sudah berada dimana, kamu bisa apa dan kamu (sudah) punya apa. Sayang, fokuslah pada tujuanmu! Fokuslah pada apa yang kamu mau,” katanya.

Ya ya ya...! Lagi-lagi aku yang terlalu risau dan pencemas. Aku yang terlalu banyak ragu dan sibuk bertanya. Dia, yang yang stok sabarnya melimpah ini, memang luar biasa bagi saya. Kini tak seharusnya terlalu banyak bertanya dan bercemas diri. Hadapi dan kita akan lihat hasilnya. Seperti katanya, “Aku nggak bakal banyak berjanji dan berbicara meyakinkanmu, aku akan selalu seperti ini. Kamu rasakan saja apakah cemasmu dan ragumu kelak akan hilang, sayangku.”

Oh my, last night was amazing! A superb conversation with him :)

Jumat, 02 September 2011

Ngidam!

Oh, man! Tiap masuk ke Ace Hardware makin ngidam punya rumah atau apartemen sendiri. Rumah yang nggak terlalu besar tapi hangat dan personal 'a la gue'. Ahh...kapan ya bakal punya rumah sendiri? Next year yuk!

 















     http://www.digsdigs.com/






Yang lucu-lucu kayak gini nih yang bikin nggak nahan buat cepet-cepet punya rumah sendiri dan ngisi perabotannya sekehendak hati. Lucukkkkkk!

Komitmen


Sebagian dari kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Karena dia baik, karena dia pintar, even mungkin karena dia kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak tidak sepintar dahulu, atau mendadak miskin.
Will you still love them, then?
That’s why you need commitment.
Don’t love someone because of what/how/who they are.
From now on, start loving someone, because you want to.
(Ninit Yunita – Test Pack)

Setelah membaca buku Teh Ninit ini aku lalu berpikir tentang cinta dan komitmen. Tentang mana yang lebih penting. Tentu kita berkomitmen setelah kita lebih dulu mengalami jatuh cinta, mencinta, dicinta, atau apapun itu terkait dengan cinta. Tapi, pada akhirnya mana yang akan bertahan?

Dalam pernikahan, apakah semua pasangan masih ‘in love’ ketikan mereka menjalaninya. Aku yakin tak sedikit yang sekadar terjebak pada komitmen. Lalu, mana yang lebih penting? FYI, I hate being trapped! Itulah kenapa, kadang-kadang, memikirkan pernikahan membuatku cemas.

Tapi, obrolanku dengan seorang teman sore kemarin di sebuah coffee shop memberiku beberapa jawaban. “First, all you need is love, Dam. Itulah yang bikin lo mau berkomitmen sama orang yang lo sayang dan lalu menikah,” she said.  Tapi kan cinta bisa luntur dan romantisme bisa basi?

 Saat menikah, kita meleburkan egoisme individu dan berkomitmen (pada akhirnya) untuk menjadi satu. Yang kita pikirkan bukan lagi (sekadar) hal-hal seperti; kado apa untuk ulang tahun suamiku, mau nonton apa weekend ini, mau minta jemput istri jam berapa, dan beberapa romantisme lainnya. “Menikah lebih kompleks dari itu, Dam. Pikiran lo bakal disibukkan dengan anak gw musti sehat gimana caranya, apa kabar sama cicilan mobil, tagihan listrik air gimana, dan hal-hal semacamnya.”

Sampai disini, aku mulai berpikir tentang transformasi cinta. Cinta ternyata bisa diejawantahkan ke dalam rumusan-rumusan yang kompleks dengan berbagai variabel. Komitmen adalah salah satu wujud dari cinta, pada akhirnya. Itulah kenapa setiap pasangan yang saling cinta akan berikrar untuk mengikat diri pada saatnya mereka siap melalui pernikahan. Mereka rela berkomitmen, rela melebur, rela saling terikat, rela terjebak? *upss!!*

Bahwa menjadi suami istri adalah komitmen karena cinta. Menjadi ibu yang baik dan ayah yang bertanggung jawab adalah komitmen karena cinta. Nonton bertiga bersama anak adalah romantisme baru. Menjemput anak setelah memasak bagi suami itulah romantisme yang bertransformasi. Bahwa semata-mata ingin mencintai dengan wujud seperti itu, itulah cinta. Kita tak akan khawatir lagi mengenai cinta yang luntur karena sesungguhnya cinta tak akan pernah hilang, dia hanya akan berubah wujud. Romantisme hanya butuh kita modifikasi.

Komitmen untuk memberikan cinta itulah yang membuat cinta tetap ada. Dan waktu akan selalu punya cara untuk membuat kita kreatif mengejawantahkannya, yang mungkin tak akan kita kira dan hanya perlu kita jalani pada saatnya.




Tapi tunggu!
Oh Tuhan, saya masih tetap cemas memikirkan pernikahan. Damn it!

Rabu, 31 Agustus 2011

Selalu Ada Yang Pertama


Allaahu akbar...Allaahu akbar...Allaahu akbar...Allahuakbar Walillahilhamd...

Takbir penanda jelang 1 Syawal sekaligus gema penutup Ramadhan berkumandang dari masjid komplek. Meriah namun membuat hati miris. Bukan semata karena ditinggalkan oleh bulan penuh berkah dan ampunan, Ramadhan. Tapi tahun  ini adalah kali pertama aku melewatkan Lebaran jauh dari keluarga besar. Lebaran kali ini tanpa pulang kampung, tanpa sholat berjamaah di lapangan desa, tanpa sungkeman bersimpuh di hadapan orang tua dan sanak saudara, tanpa masakan ibu, dan tanpa semua hal yang biasanya aku lakukan selama 23 tahun masa hidupku.

Semua ini terjadi karena aku harus piket ATM dan ‘jaga kandang’. Padahal aku sebelumnya sudah mengantongi ijin dari kepala cabang buat pulang kampung saat lebaran. Tiket sudah dibeli, rencana-rencana manis sudah disusun. Tapi.....voila!!! Tiba-tiba ada pergantian kepala cabang dan ijin pulangku pun lenyap. Tiket yang sudah terbeli diganti oleh bos baru dan dia yang pulang, aku yang jaga kandang. Nasib anak baru, masih muda, dan belum berkeluarga pula *sigh!*
Well, tapi aku yakin aku akan baik-baik saja kok. Toh, aku di Batam tak sendirian karena aku tinggal bersama om dan tante.  

Saat hari raya tiba ada rasa sedih dan haru yang terbendung, aku berjanji untuk tak menangis tapi toh tetap saja gagal. Saat menelpon bapak dan ibu di hari raya, tangisku meleleh walau berusaha ku tahan. Di malam takbiran, ibuku sudah lebih dulu menangis saat kami saling bertukar rindu lewat skype. Ah, betapa kami sesungguhnya saling merindukan. Kalau bapak sih cenderungg cool aja ya, namanya juga bapak-bapak dimana-mana pasti tegar walaupun sekangen apa sama anak perempuan satu-satunya. Di beberapa kesempatan chatting-ku sama bapak, dia bilang: “eits, udah gede. Gak boleh nangis lho ya...”. Tapi gimana mungkin nggak nangis, kangen banget bo’!!

Kemudian, Lebaran tahun ini dilewatkan dengan berkunjung ke rumah kolega-kolega om. Cicip sana cicip sini dan cemil sana cemil sini. Dan bagusnya, saking banyaknya rumah yang kami kunjungi aku jadi punya banyak referensi soal desain rumah. Habisnya ya, rumah temen-temennya om itu pada inspiring gitu sih. Diam-diam aku mencatat desain rumah itu dalam ingatanku. Lumayan bo’ buat inspirasi pas punya rumah ntar.

FYI, Lebaran di Batam sama sekali nggak meriah deh. Mungkin karena Batam mayoritas berisi pendatang ya, makanya saat Lebaran sepi ditinggal penduduknya mudik. Beda banget deh sama Solo yang kalau Lebaran penduduknya bisa berlipat ganda dari biasanya. Disini jalanan lengang, outlet-outlet di mall banyak yang  tutup, dan komplek perumahan juga lebih sepi.

Selalu ada yang pertama untuk setiap hal. Dan ternyata beginilah rasanya pertama kali melewatkan Lebaran tanpa berada di rumah. Tapi terima kasih pada teknologi yang setidaknya membantuku mereduksi rindu, mengemas kangenku ke dalam kotak netbook sehingga mampu bersua dengan mereka, orang-orang terkasih, meski hanya lewat gambar dan suara. Mungkin peluk dan sungkem ini harus ku tahan beberapa bulan lebih lama.

Happy Ied Mubarak! Mohon maaf dari lahir sampai ke batin :)

Selasa, 30 Agustus 2011

Another Love Story

Beberapa jam yang lalu seorang sahabat dekat baru saja bercerita bahwa dia punya pacar. Oke! I mean, punya pacar lagi setelah beberapa kali jatuh bangun berpacaran, mengagumi diam-diam maupun mengalami cinta bertepuk sebelah tangan.

I feel so happy. Bahkan ikut senyam-senyum dan bersemu merah jambu membaca ceritanya via bbm. Ini adalah pacarnya yang ke-4 setelah tiga kali berpacaran dengan pria yang kalo boleh dibilang: jerk! *ups*

"I finally feel sure about someone :)", she said.


Pria yang kali ini, bahkan, berani memproklamirkan teman saya sebagai 'calon istri' instead of pacar. Perempuan mana yang tak bahagia dengan itikad baik semacam itu. Terlebih lagi si pacar berani memperkenalkan diri pada keluarga, istilah bahasa Jawanya adalah 'kulo nuwun'. Teman saya ini ingin menikah tahun depan dan semoga harapannya dapat diwujudkan bersama pria yang kini menjadi pacarnya. Kami kadang saling berkelakar, siapa duluan yang nikah ya? Tapi toh siapa menikah duluan tak penting, yang penting adalah kemantapan dan kesiapan maka niat baik akan dimudahkan.

Semoga kali ini dia benar-benar bersama orang yang tepat. Dulu,mungkin saya adalah orang yang paling sering melihat dia menangis dan patah hati saat dia curhat soal pacarnya yang seorang seniman sableng itu, atau saat dia cerita soal aktivis kampus yg maha bebal luar binasa, atau ng....saat dia gamang menghadapi badai cinta dengan rekan sekantornya. Well, mungkin hari-hari ke depan kabar darinya akan serta merta berbeda, tentang dia dan pria (yang kata dia) rajin menelpon hanya untuk bilang 'hai' atau 'aku kangen', sebuah perhatian yang lama alpa dari rutinitas hidupnya.

Happy for you, cyin! No more tears ya insyaallah dan semoga hubungannya barokah.

Senin, 29 Agustus 2011

Kabar Senja

"Karena doa banyak orang nih :p "
"Apa, kak?"
"USG-ku! Ponakan wanna be :) "

"Hah! Really???"

Aaaaa....!! Finally, my sister in law got pregnant. Kabar terbaik di penghujung ramadhan tahun ini. Setelah 4 bulan menikah, akhirnya mereka akan punya anak. Padahal, beberapa hari sebelumnya kami berseloroh tentang bagaimana mereka harus menghadapi pertanyaan saat kumpul lebaran tentang anak, setelah 4 bulan pernikahan mereka. What a surprise! I'm going to have a nephew and my parents are going to have a grandchild :)

Congratulation, dear lovely brother and sister! Semoga kehamilannya sehat dan lancar sampai persalinan. Duh, nggak sabar buat beli-beli barang lucu buat calon ponakan,hihihihi...



Butter of My Life

"You are the butter to my bread, you are the breath to my life."
(Julie and Julia, 2009)


Ah, meracik kue dan meramu hidup. Aku butuh mentega dan aku butuh kamu. Kelak pada suatu Minggu pagi akan ada obrolan kita tentang hidup, diantara remah kue buatanku. Antara aku dan kamu, mentega kehidupanku...